Manado, 31 Oktober 2019. Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) komisariat IAIN Manado kerjasama dengan Pengurus IAEI Pusat dan Kementerian Keuangan RI menyelenggarakan Seminar Nasional “Prospek keuangan Syariah Daerah Minoritas Muslim di Sulawesi Utara.”
Hadir sebagai Keynote Speaker, Drs. Astera Primanto Bakhti, M.Tax–Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI. Pembicara, Hendri Tanjung, Ph.D., Wakil Direktur Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor. Wahyu Avianto, Direktur keuangan dan operasional Bank BNI Syariah. Pembicara lokal, Delmus Puneri Salim, Ph.D, M.A. M.Res., Rektor IAIN Manado dan Dr. Radlyah Hasan Jan, M.Si., Wakil Rektor Bidang Keuangan dan administrasi.
Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis Islam, Dr. Rosdalina Bukido, M.Hum. dalam sambutannya menyampaikan bahwa dalam kepemimpinannya, Ia berharap mampu memberikan yang terbaik buat FEBI, salah satu upayanya adalah menghadirkan IAEI Komisariat IAIN Manado sebagai langkah awal membuka jaringan di tingkat nasional.
Acara yang dihadiri berbagai kalangan, dari instansi pemerintah provinsi Sulawesi Utara, kalangan praktisi perbankan se kota Manado, dan civitas akademika IAIN Manado.
Sulawesi Utara secara ekonomi mengalami pertumbuhan lebih tinggi daripada tingkat nasional. Kemiskinan juga Sulawesi Utara hanya 7% dan nasional 9%. Maka ini merupakan hal yang menarik bagi pengembangan ekonomi Islam, mengingat ternyata tingkat kemiskinan pada masyarakat muslim di Sulawesi Utara lebih tinggi dibandingkan wilayah lain di Sulawesi Utara. Bolaang Mongondow Selatan (13,6%) dan Bolaang Mongondow Utara (3,6%).
Tantangan ini harus dijawab oleh praktisi dan akademisi ekonomi Islam, mengingat lembaga syariah di Indonesia masih sangat minim. 34 bank syariah, 58 asuransi syariah, 7 modal Ventura syariah, 164 bank pembiayaan rakyat syariah, sekitar 5.000 lembaga keuangan mikro syariah dan 1 Pegadaian Syariah.
Pemerintah pusat sedang menyusun masterplan arsitektur keuangan syariah nasional (MAKSI 2019-2024). Penguatannya adalah: halal value chain; keuangan syariah; UMKM dan ekonomi digital.
Sementara tantangan lain adalah market share di daerah masih rendah dan terlebih lagi tingkat literasi tentang ekonomi syariah masih sangat rendah. Demikian paparan Dirjen perimbangan keuangan Kementerian Keuangan RI, Astera P. Bhakti.
Bagaimana prospek keuangan di wilayah minoritas? Hendri Tanjung mengatakan bahwa sangat cerah, memungkinkan. Kenapa, karena tiga agama samawi telah melarang riba dalam kitab sucinya masing-masing.
Dalam kitab Deuteronomy (Yahudi), Pasal 23 Ayat 19 antara lain disebutkan, “Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan”.
Kitab Levicitus (Imamat) Pasal 35 Ayat 7 juga menyebutkan, “Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut dengan Allahmu, supaya saudaramu bisa hidup di antaramu. Janganlah engkau memberikan uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba”.
Adapun dalam ajaran Islam, surah Al-Baqarah: 275 menyatakan, “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Rektor IAIN Manado, Delmus Puneri Salim menyampaikan bahwa perkembangan ekonomi Islam dunia dimulai tahun 1970an. Karena meningkatnya pendapatan perkapita Timur Tengah meningkat drastis. Sehingga kekuatan ekonomi meningkat dan mencoba membangun poros baru kekuatan ekonomi yang sejalan dengan ajaran Islam yang dianut mayoritas muslim di Timur Tengah.
Indonesia sendiri memulainya tahun 1990an karena krisis ekonomi yang melanda hampir seluruh dunia. Geliat ekonomi Islam di Indonesia semakin meningkat karena adanya dukungan negara dalam membangun regulasi terkait ekonomi Islam.
Rektor IAIN Manado menutup paparannya terkait layanan lembaga keuangan syariah yang dianggap belum mampu memberikan layanan yang diinginkan. Sehingga ini PR buat praktisi perbankan memperbaiki dan meningkatkan layanan sehingga semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap keuangan Islam.
Wahyu Avianto, mengawali pembahasannya terkait Islam dari dimensi sosialnya. Ia mencontohkan bahwa orang yang melakukan hubungan suami istri di siang hari di bulan Ramadhan, maka hukumannya adalah memberi makan fakir miskin.
Lebih lanjut Ia sampaikan bahwa sisi sosial ekonomi Islam ini sangat penting digali, mengingat banyaknya umat yang masih membutuhkan bantuan, zakat, infaq dan shadaqah merupakan instrumen yang mampu menjebatani jurangan antara kaya dan miskin.
Avianto menutup argumentasi dengan memberi tekanan bahwa ekonomi Islam mampu tumbuh dan berkembang di wilayah minoritas muslim. Ia mencontohkan pusat keuangan Islam terbesar di dunia ada di Inggris, di mana umat Islam di sana hanya 4%. Kemudian dalam konteks Indonesia, Ia mencontohkan, BNI Syariah KC Jailolo di Maluku Utara, di sana muslim hanya 40%, dan jumlah pembiayaan yang dikeluarkan oleh BNI Syariah 70% itu diberikan kepada non-muslim. Walaupun penabung sebesar 90%.
-
Previous Post
DEMA FEBI Mengadakan LKM Bagi Mahasiswa Baru
-
Next Post
Mahasiswa KKP FEBI Kembali ke Kampus